Selasa, 20 Oktober 2015

Berburuh Ala tradisional



 Seorang Pemuda Membawa panah
 Cara Membuat Racun Panah

 Tengkorak hasil buruan.





Bagi orang Mentawai aktivitas berburu merupakan kegiatan yang sakral juga. Alasannya karena dilakukan juga ritual-ritual serta pantangan. Jadi dalam berburuh tidak hanya menghandalkan panah yang beracun atau tombak, melalinkan juga didukung oleh pantangan serta ritual-ritual yang dilakukan oleh pemburu.
Di pulau Siberut ada beberapa macam bentuk berburu, seperti :
a. Muajab/Pangaleu. Bentuk berburuh ini dilakukan secara bersama (bermacam uma) untuk memburuh babi hutan yang masuk ke wilayah pemukiman atau lahan dengan menggunakan anjing sebagai penunjuk posisi sasaran.
b. Tapi/sesere, bentuk berburu ini memakai jerat atau tali yang dipasang dimana sering lewat babi hutan dengan memperhatikan jejak kaki binatang.
c. Luluplup, cara memakai luluplup dibuat kandang besar dengan tinggi 4 m, kemudian dibuat pintunya. Setelah itu di masukkan makanan binatang seperti sagu atau buah nangka hutan.

Itulah bentuk berburu di Mentawai. Tetapi semua bentuk itu tetap dilakukan puasa, ada pantangan serta ritual guna roh-roh binatang yang diburu tidak liar.

Senin, 19 Oktober 2015

Inu (ngalou)



Inu adalah untaian kalung yang terbuat dari bijih manik-manik yang berwarna-warni. Cara membuat inu ini mudah tetapi tidak gampang. Mudahnya dilihat dari segi bahan, tetapi tidak gampangnya jika sudah mulai dibuat yang penuh dengan ketelitian dan keahlian khusus.

Fungsi inu ini bagi orang Mentawai adalah selain identitas diri, juga digunakan dalam acara pesta adat, dan dalam pengobatan oleh Sikerei.
Inu ini salah satu ciri khas orang Mentawai selain Tato. Dahulu kala bijih inu ini tidak ada. tetapi pada masa penjajahan Belanda bijih inu ini mulai dikenal oleh orang Mentawai karena dibawa oleh para pedagang dari Sumatera. Bagi Sikerei dahulu kala inu belum dikenal, tetapi mereka memakai benda-benda dari isi perut burung atau kotoran burung, entah itu biji atau tanah yang keras, kemudian dibentuk menjadi bulat baru dijadikan kalung.

Rabu, 07 Oktober 2015

Mainan Roh (Uma' Simaggre)






Uma’ Simaggre terbuat dari bahan kayu yang lunak (kakaddut) yang berbentuk burung dan digantung di atas ruangan Uma di depan Manai abak iba. Menurut kepercayaan suku Mentawai bahwa Uma’ Simaggre merupakan mainan roh-roh agar para roh merasa senang pada penciptaan hubungannya dengan manusia.
Pembuatan Uma’ Simaggre sangat mudah dan pantangannya tidak terlalu kuat. Uma’ Simaggre ini kemudian dihiasi oleh arang dengan memberikan coretan pada Uma’ simaggre. Kemudian baru digantung.

UMA






Dalam suku Mentawai Uma memiliki 2 (dua) makna, yaitu Uma sebagai panggilan suku dan Uma sebagai sebutan rumah adat. Dalam kehidupan sehari-hari anggota Uma sangat dekat dengan Uma (rumah adat) karena Uma memiliki peran penting sebagai tempat memutuskan kebijakan-kebijakan, dan selain itu juga tempat untuk melaksanakan ritual-ritual.  Selain itu juga Uma memiliki peran social dan lembaga untuk mempersatukan seluruh pecahan Uma.
Dalam pembuatan Uma, dilakukan beberapa pantangan dan ritual yang mendukung kekuatan Uma. Pantangan dan ritual yang  dilakukan untuk menyelaraskan diri (pemilik Uma) terhadap bahan-bahan Uma yang diambil di hutan sehingga segala bencana yang dating Uma tetap kuat.
Biasanya pembangunan Uma dilakukan dengan melihat tempat strategis yang ada sungai dan tidak jauh dari rawa-rawa. Sungai dijadikan sebagai alur transportasi dan rawa dijadikan untuk menanam sagu.
Kehidupan di Uma sangat harmonis karena selain satu marga (Uma) juga ada pantangan-pantangan yang tidak boleh terjadi di Uma. Seperti bahasa Kotor dan berteriak. Karena Uma memiliki roh atau pelindung yaitu “bakkat katsaila”.

Di Uma ada semacam struktur kepemimpinan, seperti Sikautet Uma/Rimata, Sipangunan, Sikamuri Sipatalaga dan Ute'Labbra. Sikautet Uma sebagai Pimpinan dalam Uma (eksekutif), Sipangunan sebagai pelaksana kegiatan  (Sebagai jajaran pemerintah/SKPD)  Sipatalaga sebagai penengah masalah (yudikatif) dan Ute'Labbra sebagai pertahanan Uma. Jadi di Uma juga berjalan sistem pemerintahan adat yang saat sekarang ini masih berjalan di Siberut.

Di Uma ada Sikebbukat Uma, Sikautet Uma, istri dan anak-anak, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Sikebbukat Uma dengan Sikautet Uma memiliki pengertian yang berbeda. Kalau Sikebbukat Uma ialah seseorang atau lebi yang sudah lanjut usia, bisa saja kakek, nenek, paman. Sedangkan Sikautet Uma ialah seseorang yang dipilih secara musyawarah dan mufakat untuk menjadi pemimpin, bisa saja sikerei atau bukan sikerei, dan bisa saja yang muda atau yang tua dipilih menjadi pemimpin dalan Uma (Rimata).

Uma dikelilingi oleh beberapa lalep/sapou yang tidak lepas dari anggota suku. Ketika ada kegiatan penghuni lalep/sapou akan ke Uma untuk melakukan musyawarah. Jadi walaupun negera ini hancur, Uma tetap berdiri".

Minggu, 04 Oktober 2015

Pernikahan





Pelaksanaan pernikahan di Mentawai tidak segampang membalikkan telapak tangan. Acaranya sangat sakral karena dilakukan puasa oleh kedua mempelai dan kedua orang tua mereka masing-masing. Sebagai Kepala Suku juga melakukan puasa untuk menjaga keharmonisan acara pernikahan dengan jiwa atau roh-roh para leluhur.

Pernikahan di Mentawai tidak bersifat simbol, tetapi mendidik generasi Mentawai untuk taat pada adat serta menggenerasikan adat itu sendiri. Pernikahan tidak hanya kesakralannya tetapi peningkatan pemahaman generasi muda pada ritual-ritual saat pernikahan.